JEJAKLANGKAHKU – Baru pertama kali ke Myanmar ? Begini kira-kira gambaran suasana di Bandar Udara Internasional Yangon (ibu kota Myanmar), salah satu kota tempat masuknya pendatang ke negara Myanmar yang membolehkan warga negara Indonesia berkunjung tanpa syarat administrasi Visa selama kurang lebih 14 hari kalender, disamping beberapa kota lainnya sebagai gerbang pintu masuk ke negara ini.
Penerbangan dari Jakarta ke Yangon (dulu dikenal dengan nama Rangoon), gue tempuh dengan menggunakan pesawat Malindo Air dan transit via Kualalumpur. Lama penerbangan Jakarta ke Kualalumpur berkisar 2 jam, kemudian transit selama kurang lebih 2 jam di KL dan kemudian lanjut penerbangan dari KL ke Yangon dengan lama perjalanan berkisar 3 jam hingga mendarat dengan sempurna di Bandar Udara Internasional Yangon, Myanmar Burma. Satu hal yang bikin gue ketagihan naik Malindo Air adalah, harga tiketnya sering banget promo dan juga pengaturan bagasinya yang sangat mudah, gak perlu ambil bagasi dan check in lagi di negara transit, tapi boarding pass transitnya sudah diberikan saat check in di negara awal keberangkatan. Jadi dari Jakarta, gue udah megang 2 boarding pas, 1 untuk ke KL dan 1 lagi untuk boarding saat sudah di KL menuju Yangon, Myanmar…. enak kan? tinggal mendarat di KL dan leha-leha di ruang tunggunya sampe dipanggil boarding lagi wkwkwk. Oiya gue dapet harga tiketnya Rp 1,1 jt untuk rute Jakarta – Yangon (termasuk bagasi 30 kg), gak murah-murah amat sih, tapi lumayanlah gak mahal-mahal amat juga. Harga tiket baliknya sedikit lebih mahal karena gue belinya telat, udah mau balik dari Myanmar baru inget klo belum beli tiket balik hadewww !
Yang menarik dari penerbangan ke Yangon ini adalah pemandangan saat akan mendarat di Bandar Udara Internasional Yangon, dihiasi dengan aneka bangunan Pagoda dan Temple yang bertebaran di sekitar kota Yangon. Waaa kamu akan gak habis-habisnya liat bangunan berwarna keemasan yang ternyata adalah Pagoda dan Temple yang memang sangat banyak bertebaran di negara ini dan memang bangunan-bangunan inilah yang menjadi salah satu daya tarik utama pariwisata di Myanmar, Burma.
Seperti bandar udara internasional pada umumnya, maka Bandar Udara Internasional Yangon pun sudah sangat modern, nyaris gak ada bedanya dengan bandar udara internasional di berbagai negara Asia lainnya. Yang sedikit bikin bingung gue kemaren adalah saat akan melewati pemeriksaan imigrasi dan gue kebingungan karena gak bisa menemukan kartu imigrasi yang wajib kita isi sebagai pendatang dari negara lain. Entah karena jumlah kartunya terbatas, atau memang gak pada ditaro di meja, atau memang harus minta ke petugasnya, yang jelas gak cuma gue yang celengak celenguk kebingungan karena gak bisa ngisi kartu imigrasinya, karena gak nemu satu lembar pun di sekitar meja tempat menulis kartu tersebut. So, gue beranikan diri aja ngobrol ama penumpang lain yang ternyata dia dari Australia dan Singapore, sama bingungnya dengan gue hahahha. Nah pas ada petugas yang lewat dan gue nanya, eh malah kabur dengan bahasa Burma, ooooo rupanya dia kaga bisa bahasa Inggris, ok baiklah, gak usah isi kartu imigrasinya, dan gue pun dengan cueknya langsung maju ke meja pemeriksaan passport (udah tau sih pasti dimarahin), dan bener kan, langsung ditolak gue, dan disuruh isi kartu imigrasi, gue bilang : gak ada kartunya, ambilnya dimana? dijawab ama petugasnya : tuh minta sama petugas yang megang kartunya…. oooo ngono toh ada petugasnya yang ternyata sedang lalu lalang entah darimana tiba-tiba aja nongol deket gue dan langsung kasi kartunya, huffff, lumayan nih 15 menit delay gegara nyari kartu wkwkkw.
Oiya, kartu imigrasi ini gak ada sobekannya ya gaes, jadi akan diambil semua oleh petugasnya yang sempat bikin pusing gue juga saat mau balik ke Jakarta dan setengah mati gue cari di dalam lembaran passport gue yang ternyata gak ada ! Makanya, saat check in balik ke Jakarta, kamu akan dikasi kartu imigrasi lagi oleh maskapai penerbanganmu untuk kamu isi saat itu sebelum masuk ke pemeriksaan imigrasi untuk kembali ke Jakarta. Selain itu pula, saat kedatangan di Yangon, kita juga harus mengisi kartu untuk declare barang bawaan kita dan gak akan bisa keluar dari terminal kedatangan kalo gak ngisi kartu declare nya, ok baiklaaa, tinggal nulis dan tanda tangan ini hehe.
Nah saat sudah tiba di Yangon, Myanmar, maka ada baiknya kamu segera menukar uangmu dengan mata uang lokal Myanmar yaitu Kyat. Jadi, jangan harap bisa menukar langsung dari Rupiah ke Kyat saat masi di Indonesia ya gaes, karena dari sekian banyak money changer yang gue datengin di Jakarta, semuanya gak punya mata uang Kyat, so tuker dulu ke US Dollar, dan kemudian saat keluar dari pintu terminal kedatangan Airport Yangon, maka sudah tersedia counter bank lokal yang siap menukar US Dollarmu ke Kyat. Kurs bulan lalu berkisar Rp 10 per 1 Kyat. Jadi gampangnya, kalo belanja sesuatu di Myanmar, tinggal kalikan dengan 10, maka kamu sudah bisa membandingkan harganya ke Rupiah. Misal, harga sebuah topi adalah 3.000 Kyat (tiga ribu Chat, Kyat dibaca/disebut : Chat), maka itu kurang lebih setara dengan Rp 30.000, gampang kan ?
Hal penting lainnya biar bisa tetap eksist dan gak mati gaya selama jalan-jalan di Myanmar adalah, gantilah sim card HP mu dengan sim card atau nomor selular lokal Myanmar. Yang sempat gue liat di terminal kedatangan, hanya ada 2 (dua) counter sim card, yaitu dengan brand Ooredoo dan Teledor, dan karena paling familiar dengan Ooredoo, jadinya gue beli yang satu ini. Daftar harga paket data, sms dan telepon lokalnya bisa kamu liat di gambar berikut, yang jelas menurut gue gak mahal koq tarifnya, kalo gak salah gue sempat membeli paket data yang 2,9 GB dan dapet bonus free nelpon lokal selama 10 menit dengan harga total cuma Rp 65.000 yang ternyata pas banget dipake selama kurang lebih 12 hari. Oiya, sinyal Ooredoo ini lumayan kuat ya bro sis, sampe gue jelajah luar kota Yangon pun hingga ke danau, gunung, lembah dan sekitarnya, masih ada nongol sinyalnya, jadi gak bakal mati gaya dueh wkkwkwk.
Selanjutnya, setelah nuker duit dan ganti sim card HP, saatnya nyari transportasi menuju ke Hotel tujuanmu. Berhubung hotel yang udah gue boooking lokasinya berada di pusat kota Yangon atau di area downtown nya yang ternyata jaraknya lumayan jauh dari bandara, maka siap-siaplah gue bayar taksi lumayan mahal ya bow ! Padahal mungkin ada transportasi lain yang bisa lebih murah pastinya, misal bus bandara atau lainnya, tapi berhubung koper gue lumayan besar (seperti biasanya wkwkk) ditambah badan gue yang rodo kurang fit gegara habis diforsir ke Raja Ampat, maka gue gak mau capek mikir ngiritnya, tapi lebih memilih yang nyaman pake taksi. Nah cara ngambil taksinya gampang, saat keluar dari terminal udah banyak tuh agen-agen taksi yang samperin kamu dan nawarin taksinya, jangan takut mereka bukan calo koq, tapi memang agen resmi bandara, jadi tarifnya udah standar sih, meski tetep masi bisa ditawar juga sih, turun-turun dikitlah harganya. Jadi, biar gak merasa kemahalan, ada baiknya kamu dah googling sebelumnya kira-kira berapa tarif taksi ke arah hotelmu. Dan gue dapet tarif yang persis sama dengan yang pernah gue baca di blog sebelumnya, trus tetep dong gue nawar, tapi dianya gak mau turun lagi, jadi deh tarifnya 12.000 Kyat atau sekitar Rp 120 rb untuk sekali antar dari Bandara ke Hotel di area downtown, ok tarek mang wkwkwk, eh drivernya pake sarung euy, nama sarungnya longyi, jadi berasa dianter tour guide hihihi.
Kondisi jalanan di Yangon tuh mirip-mirip di Jakarta ya gaes, banyak macetnya, jadi pandai-pandai atur waktu ya, apalagi klo mau ke bandara atau ke stasiun bus, musti spare waktu yang panjang, terkecuali perjalanan gue ini dari bandara ke hotel meskipun dihadang macet hingga 1 (satu) jam tapi malah jadi berkah buat gue karena bisa puas cuci mata di sepanjang jalan kota Yangon.
– Solo Traveling, Yangon Myanmar – Desember 2017 –
– My Trip My Happiness –
halo, selamat malam
terimakasih atas tulisannya yang sangat membantu.. sukses selalu ya
malam juga… terima kasih sudah mampir kak… sukses juga buatmu…
terimakasih infonya ya kak sangat membantu
Nice content
artikel yg sangat membantu
good
nice info gan
seru banget omo